Keluh Kesah Saat Mandi Besar

    Seorang individu sebut saja namanya Diki (nama samaran) yang sedang dalam keadaan hadas besar, dia memutuskan untuk mandi besar guna membersihkan diri dan menghilangkan hadas besar tersebut. Dalam proses mandinya, dia menggunakan ember kecil yang terus dialiri air melalui selang. Namun, saat mandi, banyak air yang muncrat dan mengenai air yang ada di dalam ember tersebut. Setelah selesai mandi, kemudian dia melaksanakan salat Fardhu selama lima hari tanpa menyadari bahwa ada cat di punggungnya yang dapat menghalangi air untuk bisa sampai pada anggota tubuhnya secara sempurna. Keterlambatan menyadari adanya cat di sini menimbulkan pertanyaan tentang keabsahan mandi dan salat yang telah dilakukannya.

a. Sahkah mandinya Diki dengan menggunakan ember kecil sebagai mana dalam deskripsi masalah diatas ?

1. Air Musta'mal adalah air basuhan pertama yang merata dalam menghilangkan Hadas atau Najis.

2. Air Musta'mal hukumnya suci namun tidak bisa mensucikan.

3. Air Mutlak baik sedikit kurang dari dua Qullah atau banyak lebih dari dua Qullah jika tercampur air Musta'mal maka perlu dilihat perubahannya.

4. Untuk mengetahui perubahan air Mutlak yang tercampur air Musta'mal cukup dengan cara menggunakan perubahan secara Taqdiri (perkiraan).

5. Meneliti adanya perubahan secara Taqdiri hukumnya hanya Sunnah (tidak Wajib).

6. Air di ember terus dialiri air dari kran, sehingga tidak diketahui secara jelas perubahannya.

7. Ragu-ragu tentang perubahan air tetap menjadikan status air tersebut suci dan mensucikan.

  Mandi besar yang dilakukan oleh Diki hukumnya tetap Sah.

  Praktik cara mengetahui perubahan air secara Taqdiri:

1. Tahap pertama: membayangkan air Musta'mal yang jatuh sebagai air delima. Ini yang berhubungan dengan rasa. Misal, air Musta'mal yang jatuh adalah tiga tetes, maka kita bayangkan tiga tetes itu adalah tiga tetes air delima yang jatuh ke air Mutlak satu ember. Apakah dalam perkiraan kita air Mutlak di ember akan berubah sebab kejatuhan tiga tetes air delima? Kalau tidak berubah, maka air yang di ember masih dikatakan sebagai air Mutlak (suci dan mensucikan).

2. Tahap kedua: membayangkan air yang jatuh sebagai Dupa. Ini yang berkenaan dengan bau. Misal, air Musta'mal yang jatuh adalah tiga tetes, maka kita bayangkan tiga tetes itu adalah tiga tetes Dupa yang jatuh ke air Mutlak satu ember. Apakah dalam perkiraan kita air Mutlak di ember akan berubah sebab kejatuhan tiga tetes Dupa tersebut? Kalau tidak berubah, maka air di ember masih dikatakan air Mutlak (suci dan mensucikan).

3. Tahap ketiga: membayangkan air Musta'mal yang jatuh sebagai air perasan anggur merah. Ini yang berkenaan dengan warna. Misal, air Musta'mal yang jatuh adalah tiga tetes, maka kita bayangkan tiga tetes itu adalah tiga tetes air perasan anggur merah yang jatuh ke air mutlak satu ember. Apakah dalam perkiraan kita air mutlak di ember akan berubah sebab kejatuhan tiga tetes air perasan anggur merah tersebut? Kalau tidak berubah, maka air di ember masih dikatakan air Mutlak ( suci dan mensucikan).

    Jika dari ketiga sifat tidak ada yang berubah maka status air Mutlak tetap dihukumi suci dan mensucikan, namun jika ada salah satu sifat yang berubah maka status air Mutlak menjadi suci tapi tidak bisa mensucikan.

    Berdasarkan situasi yang dihadapi Diki, dia harus mengambil langkah sesuai keyakinannya:

1. Jika Diki yakin bahwa cat di punggungnya sudah ada sebelum dia melakukan mandi besar, maka mandinya tidak sah karena cat tersebut menghalangi air sampai ke kulit. Dalam hal ini, Diki cukup membasuh bagian punggungnya yang terkena cat saja tanpa perlu mengulang kembali mandi besar dari awal. Setelah itu, Diki wajib mengi'adah (mengulang) kembali semua salat yang telah dikerjakannya selama lima hari.

2. Jika Diki yakin bahwa cat di punggungnya baru ada setelah dia melakukan mandi besar, maka mandinya tetap dihukumi sah dan salat yang dikerjakan selama lima hari juga dihukumi sah. Sehingga tidak perlu mengi'adah kembali semua salat yang sudah dikerjakannya.